Menjelang Bulan Kelahiran Nabi Muhammad SAW, maka kami fokuskan
pembahasan pada Maulid. Dalam edisi Maulid kali ini, group ini akan
membahas riwayat hidup Pengarang Kitab Maulid Simthud Durar. Meski tiada
kata yang cukup mewakili untuk menggambarkan keluhuran budinya, dengan
segala keterbatasan para ulama pecintanya merangkum saat-saat
kelahiran dan akhlaqnya dalam untaian puisi yang indah.
KEMULIAAN DAN KEBESARAN NABI KITA,
TAK AKAN PERNAH ADA HINGGANYA,
LIDAH DAN KATA TAK ‘KAN SANGGUP MELUKISNYA
————
Beliau adalah Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin
Al-Habsyi dilahirkan pada hari Juma’at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah
kota di negeri Hadhramaut.
Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya;
ayahandanya, Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husin bin Abdullah
Al-Habsyi dan ibundanya; As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad
Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita
yang solihah yang amat bijaksana.
Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan
mengkhatamkan Al-Quran dan berhasil menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin
sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Oleh
karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya
untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan
khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat
perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap
orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu,
lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada
masa itu.
Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan
padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang
sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik
para siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka
dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.
Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun
(Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan
berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal
makan-minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram,
bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan
dengan keperluan hidup sehari-hari.
Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan
yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara
murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian
meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan sahaja
di daerah Hadhramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya –
di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.
Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran
agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih,
sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat
setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai
kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan
di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan
dalam ruang lingkup yang luas sekali.
Beliau meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20
Rabi’ul Akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah
memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang
meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.
Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya
yang bongsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh”
di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur
budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap
siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan
sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari
berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan
pertemuan-pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang
pada tanggal 20 Rabi’ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.
Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah
dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa
pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya,
juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-murid
beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang
tiada habisnya.
Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada
berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia,
ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW
dan diberinya judul “Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa
Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran
Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya).
Dipetik dari: Untaian Mutiara – Terjemahan Simtud Duror oleh Habib Anis bin Alwi bin Ali Al-Habsyi
————–
Alkisah ada seorang ulama bermimpi bertemu Rasulullah SAW, dalam
mimpinya itu ia membawa setumpukan kitab, lalu bertanya Diantara
kitab-kitab Maulid ini manakah yang Engkau suka wahai Rasulullah? lalu
Rasulullah SAW menunjuk sebuah kitab kecil berwarna hijau yang tak lain
adalah Kitab Maulid Simthud Durar atau biasa disebut Maulid Al-Habsyi.
Dalam acara Majelis Maulid Kamis kemarin (11/2/10), Habib Mahmud
Al-Hamid bercerita bahwa Pengarang Maulid Simthud Durar (Habib Ali bin
Muhammad bin Husein Al-Habsyi) sering bertemu dengan Rasulullah dalam
keadaan jaga dan dalam setiap salamnya selalu dijawab oleh Rasulullah
SAW. Ketika Salam kanan dalam sholat, Rasulullah yang menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar